Review Samsung Galaxy A8+ (2018): Makin Mirip Flagship

Galaxy A8 membawa desain dan beberapa kesamaan lain mirip Galaxy S8.

Samsung punya agenda penting merilis smartphone flagship jagoannya Februari nanti. Tapi nyatanya Samsung sudah melakukan pemanasan lebih dulu dengan merilis varian anyar dari keluarga Galaxy A, yakni Galaxy A8 dan A8+ (2018). Boleh dibilang, smartphone ini adalah seri Galaxy A terbaik karena membawa beberapa keunggulan yang sebelumnya kita jumpai pada Galaxy S8.

Desain

Sejak pandangan pertama, kami sudah langsung yakin kalau Galaxy A8+ bakal punya feel yang mirip-mirip Galaxy S8 atau Note 8. Dan pas pegang langsung, dugaan kami tidak salah. Sama seperti S8 series, Galaxy A8 (2018) juga ada dua, yaitu versi biasa dan versi plus.

Yang versi plus ini layarnya lebih besar, mencapai 6 inci. Enak banget buat nonton atau nge-game, tapi ya memang panjang layarnya jadi tidak terjangkau dengan satu tangan. Jadi buat Anda yang suka menyimpan smartphone di celana, Galaxy A8+ agak kurang friendly.

Kalau bicara soal desain, Galaxy A8+ terasa premium banget, sama seperti flagship Galaxy S8. Dan pastinya build quality-nya juga solid. Samsung meracik A8+ dengan kombinasi frame metal/kaca di depan dan belakang, bikin bobotnya jadi mantep, nyaris 200 gram.

Dan seperti yang sama-sama kita tahu, bodi kaca pastinya gampang kotor terkena sidik jari. So, buat yang risih bisa langsung pakai casing mika transparan yang disediakan gratis dalam paket penjualannya.

Walaupun sekilas mirip S8, tapi sebenarnya ada dua hal yang bikin beda. Pertama yaitu di bagian pinggiran layarnya. Membawa layar Infinity Display, bezel kiri dan kanan A8+ masih lumayan kelihatan. Hal ini dikarenakan pinggiran layarnya tidak melengkung seperti Galaxy S8.

Dan hal kedua yang bikin beda adalah posisi sensor fingerprint-nya yang sekarang ada di bawah modul kameranya. Tentunya applause buat Samsung yang sudah mau mendengarkan keluhan para penggunanya.

Pertanyaannya, apakah posisi baru ini bikin penggunaan sensor fingerprint jadi makin nyaman? Selama kami pakai memang benar jadi lebih nyaman, tapi tidak terlalu beda jauh rasanya. Kenapa? Karena sensornya ini tidak terlalu menonjol ke dalam, alias agak flat. Otomatis kita tetap harus meraba posisinya.

Oh ya, masih ada dua hal lain yang kami suka dari Galaxy A8+, yaitu masih adanya jack audio 3,5 mm buat pakai earphone dan juga adanya sertifikat IP68 tahan air dan debu.

Software

Sejauh mata memandang dan jari bergerak menggunakannya, kami merasakan user interface yang sama persis seperti yang ada pada Galaxy S8. Mulai dari halaman homescreen, app drawer, jendela notifikasi, hingga ikonnya semua sama.

Tapi memang ada beberapa pemangkasan yang dilakukan, seperti fitur Edge Screen yang absen, opsi motion wallpaper yang tidak ada, atau tombol Home virtual di lockscreen yang tidak punya efek getar.

Sedangkan untuk fitur unggulan lain seperti Game Launcher, Dual Messenger, atau Always-on Display tetap ada. Walaupun untuk fitur AOD pilihannya terbatas dan tidakbisa pakai gambar custom seperti pada Galaxy S8.

Lalu soal keamanan, khususnya unlock, Samsung menyediakan dua opsi sensor biometrik. Selain fingerprint, juga ada face recognition. Kecepatannya standar-standar saja dan akurasinya lumayan oke. Tapi saat pakai dengan cahaya agak minim atau terlalu terang seperti backlight misalnya, kecepatan mendeteksinya jadi berkurang.

Hardware

Kalau dulu Galaxy A (2017) pakai otak Exynos 7880 Octa, sekarang Galaxy A (2018), termasuk A8+ ini sudah pakai Exynos 7885 Octa. Walaupun penamaannya mirip, tapi ternyata perbedaan performanya lumayan signifikan.

Sebenarnya jumlah core-nya masih sama-sama 8 core. Tapi yang bikin beda karena di Exynos 7885 ini ada 2 core Cortex-A73 buat kerja berat dan 6 core Cortex-A53 untuk low power. Kalau kita ukur pakai AnTuTu, perbedaan skornya sekitar 25 ribu poin.

Jadi kalau sebelumnya Anda pakai Galaxy A 2017 dan upgrade ke Galaxy A8+ ini, bakal merasa daily performance yang lebih cepat, termasuk buat nge-game. Selain itu, Galaxy A8+ juga punya varian RAM 6 GB, lebih tinggi dari A8 biasa yang cuma punya RAM 4 GB. Otomatis bakal sangat bermanfaat buat multitasking.

Dan satu hal lain yang kami suka adalah baterainya yang irit. Kombinasi CPU Exynos 7885 yang punya fabrikasi 10 nanometer dan baterai 3.500 mAh sukses mempersembahkan screen-on-time enam jam atau lebih dengan penggunaan streaming YouTube dan main game online cukup sering.

Sementara proses pengisiannya juga cepat. Mengisi baterai dalam kondisi menyala, cuma butuh waktu 1 jam 15 menit untuk mengisi 90 persen dan 1 jam 40 menit untuk isi penuh.

Selain terasa kencang buat penggunaan sehari-hari, Galaxy A8+ juga sukses manjain pengguna lewat layarnya. Di samping dimensinya yang besar dan resolusi mumpuni Full HD+, layarnya bisa diandalkan untuk pemakaian outdoor.

Cuma satu keluhan kami yang sampai sekarang belum diperbaiki yaitu soal speaker. Sebagai smartphone jumbo, cukup disayangkan A8+ cuma punya speaker mono. Posisinya juga ditempatkan di sisi kanan atas bodinya, jadi terasa kurang balance kalau kita pakai dengan posisi landscape.

Kamera

Di luar tradisi, Samsung akhirnya tergoda ikutan tren smartphone selfie dimana Galaxy A8 series punya dua kamera selfie 16 MP normal angle dan 8 MP wide angle f/1.9. Meski begitu, perbedaan angle atau cakupan luasnya tidak terlalu beda jauh.

Overall kamera depan Galaxy A8+ bisa hasilkan foto selfie yang detail selama cahaya cukup. Samsung juga menyediakan fitur beautify yang tidak sekompleks smartphone selfie lain. Yaitu menghaluskan dan meniruskan wajah serta membesarkan kelopak mata. Plus masih ada fitur sticker buat bikin foto-foto selfie gemas.

Performa kamera depannya ini bagi kami cukup mengesankan, dengan catatan selama tangan kita bisa tetap stabil saat selfie. Kalau untuk motret outdoor sih hasilnya sudah pasti bagus. Tapi saat motret di dalam ruangan yang cahayanya agak gelap, kameranya tetap bisa bikin wajah kita terang walaupun jadi ada sedikit noise. Tapi ya itu tadi, tangan harus stabil kalau tidak mau hasilnya blur.

Selain itu, kehadiran dual-camera selfie juga meberikan opsi ke kita untuk motret pakai efek bokeh atau Live Focus. Biar sukses, pastikan ada jarak sekitar 50 cm antara kamera dan wajah kita. Nah, asyiknya tingkatan bokehnya ini bisa kita atur sebelum dan sesudah motret.

Beralih ke kamera belakang, ada kamera tunggal 16 MP f/1.7 yang dilengkapi PDAF dan juga EIS buat perekaman video. Untuk hasil jepretan kamera belakangnya, kami menilai kualitasnya lebih baik dari Galaxy A 2017, tapi masih di bawah Galaxy S8. Jadi ada di tengah-tengah.

Yang kami suka saat motret pakai kamera utama Galaxy A8+ tidak lain adalah kecepatan shutter lag-nya. Tidak peduli motret saat terang atau kurang terang, terasa sama cepatnya. Untuk hasilnya kurang lebih sama seperti kamera depannya. Tajam selama dapat cahaya memadai dan harus ekstra stabil pas motret dikondisi cahaya minim biar hasilnya tetap oke.

Dan seperti yang kami bilang sebelumnya, kamera Galaxy A8+ juga punya EIS yang setelah kami coba ternyata memang berhasil minimalisir guncangan saat kita rekam video dengan tangan kosong.

Kesimpulan

Kehadiran Galaxy A8 (2018) seakan membawa seri Galaxy A naik kelas mendekati seri flagship-nya. Desain premium nan solid, spek yang makin kencang, layar keren, dan kamera oke adalah empat hal yang bakal Anda dapat dari smartphone ini. Tapi harus diingat, karena ini adalah smartphone buatan Samsung, maka tentu saja harga yang harus ditebus tidak bisa dibilang murah (Rp8,1 juta).

Video review