Bincang FORWAT x BAKTI: Inilah Manfaat Satelit SATRIA-1 Milik Indonesia

SATRIA-1 telah diluncurkan pada 19 Juni 2023 lalu. Kehadiran satelit milik Republik Indonesia yang pertama ini diharapkan dapat menghadirkan layanan internet di 50 ribu titik fasilitas publik.

Satelit Republik Indonesia pertama atau yang dikenal dengan SATRIA-1 telah diluncurkan pada 19 Juni 2023 lalu. Direncanakan SATRIA-1 akan mengisi orbit di 146 Bujur Timur (BT). Memiliki kapasitas 150 Gbps, satelit ini akan menghadirkan layanan internet di 50.000 titik fasilitas publik.

Fasilitas publik yang dimaksud adalah sekolah, rumah sakit, kantor pos, dan lain-lain. Namun bagaimana SATRIA-1 bisa diandalkan dalam perannya memacu ekonomi digital di Indonesia, terutama di wilayah terdepan, tertinggal dan terluar (3T)?

Ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan BAKTI (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi) Kominfo dalam membuat semua warga di seluruh Indonesia dapat terkoneksi. Data BAKTI menyebut jika penetrasi internet di Indonesia pada 2023 baru mencapai 78,19 persen.

“Tidak mudah dan butuh waktu lama untuk membuat SATRIA-1 sampai bisa meluncur pertengahan Juni kemarin. Kini, satelit sedang bergerak menuju orbit dengan sistem propulsi elektrik,” ujar Project Manager SATRIA-1, PT Pasifik Satelit Nusantara, Nia Asmady.

Dijelaskan oleh Nia dalam Talkshow yang diadakan oleh Forum Wartawan Teknologi (FORWAT), (31/7) bahwa SATRIA-1 masih dalam masa orbit raising, sampai dengan November 2023. Setelah sampai di orbit 146E, akan dilakukan uji coba akhir untuk sistem payload (In-Orbit Testing).

“Sebelum memulai Masa Operasi, SATRIA-1 juga akan menjalani uji coba sistem secara keseluruhan (End-to-End Testing). Instalasi komponen ruas bumi seperti RF equipment dan sistem monitoring masih berjalan. Perencanaan untuk deployment kapasitas masih dalam tahap finalisasi,” jelas Nia.

Proses yang lama ini patut diapresiasi karena menurut Guru Besar Universitas Airlangga, Prof. Henri Subiakto, dampak satelit SATRIA-1 akan sangat luar biasa. Pasalnya, kata dia, ketika jutaan manusia terkoneksi secara teknologi, mereka juga akan terkoneksi secara sosial, politik, dan ekonomi.

Namun begitu, kata Henri, SATRIA-1 yang sudah diluncurkan bukan milik Kominfo atau BAKTI, melainkan milik Republik Indonesia. Jadi seluruh kementerian dan lembaga harus memanfaatkannya sesuai trend program transformasi digital yang dicita-citakan oleh pemerintah.

“Segera diwujudkan unit yang bertanggung jawab dan mengoperasionalkan pelayanan dan pemanfaatan Satelit SATRIA-1 secara kolaboratif. Dengan demikian, kedaulatan Indonesia di darat dan di angkasa juga bisa dijaga dengan SATRIA-1,” ujar Henri.

Masih menurut Henri, dengan 50 ribu terminal yang akan dilayani SATRIA-1 tidak hanya untuk layanan ekonomi, kesehatan dan sosial politik, tapi juga untuk menjaga wilayah NKRI, khususnya untuk penegakan hukum di laut, di hutan- hutan terpencil, dan untuk jaringan internet di kemiliteran.

“Dengan SATRIA-1 yang merupakan milik RI dan dikendalikan Indonesia, tentu sangat relevan untuk menjaga kedaulatan internet di negeri ini. Beda dengan kalau kita menggunakan satelit Starlink milik Elon Musk, misalnya. Dengan SATRIA-1 hanya butuh satu saja untuk saat ini,” papar Henri.

Sementara itu, Kepala Divisi Infrastruktur Satelit BAKTI Kominfo, Sri Sanggrama Aradea mengungkap lebih dalam bahwa peluncuran SATRIA-1 digadang-gadang mampu menuntaskan kebutuhan sinyal internet, khususnya di wilayah 3T di Indonesia.

“Meski BAKTI telah menyediakan infrastruktur BTS di 1.882 lokasi, pembangunan Very High-Throughput Satellite (VHTS) SATRIA-1 masih sangat dibutuhkan untuk memberi akses internet pada 50.000 fasilitas publik yang ditargetkan selesai hingga 2025,” ungkap Aradea.

Selain itu, pada 2024 – 2026, Pembangunan twin satellite yang masing-masing dinamakan SATRIA 2A dan 2B juga sudah direncanakan. Diprediksi kedua satelit itu akan memberikan total kapasitas sebesar 300 Gbps agar layanan internet yang tersedia semakin andal dan cepat.

Dipaparkan Aradea, layanan akses internet 2023 yang diusulkan BAKTI total ada 163.356 lokasi. Namun tahun ini baru 14.360 jumlah lokasi akses internet yang sudah melayani. Ada 91.166 yang belum ter-cover BTS 4G atau transmisi fiber optik, sedangkan 53.198 lokasi sudah tercover dan berpotensi migrasi.

Pentingnya Kolaborasi dan Inovasi

Namun di antara semua hal tersebut, yang terpenting menurut Henri adalah kolaborasi dan inovasi yang terus dilakukan. Saat ini, kelemahan banyak terjadi karena adanya egosentrisme dan kolaborasi atau koordinasi hanya menjadi jargon yang sulit dilaksanakanan.

“Kolaborasi bisa dengan siapa saja. Dengan daerah atau negara lain, dengan rakyat atau smart society. Juga dengan pemerintah pusat, BUMN dan lembaga pusat. Sebab sudah sangat nyata di depan mata bahwa SATRIA-1 akan bisa lebih memacu ekonomi digital di Tanah Air,” ujar Henri.

Hal itu pun diamini oleh Nia. Ia mengatakan bahwa pihaknya pun telah membuka kolaborasi dengan banyak pihak. Kerjasama PSN selaku badan usaha dengan pemerintah, vendor-vendor dan service partner yang akan datang dan masuk ke network, punya pengalaman banyak.

Dengan demikian, cara satelit SATRIA-1 bisa berperan memacu ekonomi digital di wilayah 3T adalah dengan meningkatkan inklusi digital masyarakat. Satelit SATRIA-1 akan memberikan akses internet gratis kepada sekolah, puskesmas, kantor pemerintah, dan fasilitas publik lainnya di wilayah 3T.

Hal ini akan memungkinkan masyarakat di wilayah 3T untuk mendapatkan informasi, pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik secara online. Selain itu, satelit SATRIA-1 juga akan membuka peluang bagi masyarakat di wilayah 3T untuk berpartisipasi dalam pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air.

Peran satelit SATRIA-1 yang lain adalah dengan mendukung pengembangan sektor-sektor strategis di wilayah 3T. Satelit SATRIA-1 akan memberikan konektivitas yang andal dan berkualitas kepada sektor-sektor seperti pertanian, perikanan, pariwisata, pertambangan, dan energi di wilayah 3T.

Dengan adanya akses internet berkecepatan tinggi, sektor-sektor ini dapat meningkatkan produktivitas,  dan inovasi melalui pemanfaatan teknologi digital. Misalnya, petani dapat memantau kondisi tanaman dan cuaca secara real-time, nelayan dapat mengetahui lokasi ikan dan harga pasar secara akurat.

Sementara itu, pelaku pariwisata juga dapat mempromosikan destinasi dan layanan mereka secara lebih luas lagi, serta tentunya pengusaha pertambangan dan energi dapat mengoptimalkan operasi dan manajemen mereka secara terintegrasi.

Satelit SATRIA-1 memiliki peran yang sangat penting dalam memacu ekonomi digital di wilayah 3T di Indonesia. Satelit ini akan memberikan akses internet berkecepatan tinggi kepada seluruh wilayah Indonesia tanpa terkecuali, sehingga mendorong inklusi digital dan pengembangan sektor strategis.